Tax Amnesty itu Teror ?
Memahami tax amnesty sungguh mudah, dan tak perlu dibikin sulit. Apalagi harus dibumbui dengan hujatan dan olok-olok yang tak perlu. Sinisme tak menyelesaikan persoalan, justru menambah kekeruhan yang tak perlu. Tulisan berjudul “Ketika UU Tax Amnesty Jadi Teror Bagi Rakyat” dari Ferdinand Hutahaean seolah kritik yang gagah-heroik, namun sejatinya sebuah teror yang lahir dari campur aduk amarah, kegalauan, dan kekacauan berpikir.
Pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, artinya seluruh kewajiban pajak yang belum pernah diperiksa oleh kantor pajak diampuni, termasuk konsekuensi sanksi administrasi dan pidana pajak yang timbul dari kewajiban pajak tersebut. Cara mendapatkan pengampunan adalah dengan mengungkapkan harta yang kita miliki dan belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir (2015) dan membayar uang tebusan, yang tarifnya tergantung kondisi: deklarasi, repatriasi, dan UKM, dan kapan ikut serta dalam program pengampunan.
Lalu apakah setiap orang wajib ikut pengampunan pajak? Tidak. Pengampunan ini justru hak yang boleh dimanfaatkan atau tidak. Wajib pajak yang mengungkap harta dan membayar tebusan diberi pengampunan, dan bagi yang tidak memanfaatkan tidak berhak mendapat fasilitas: dihapus pajak terutang dan sanksinya, jaminan tidak diperiksa dan tidak disidik sampai dengan 2015. Dengan demikian di titik ini kita paham risiko dan konsekuensi jika memilih tidak ikut program pengampunan: terbuka untuk diperiksa, potensi membayar tambahan pajak terutang, dikenai sanksi administrasi atau pidana sesuai ketentuan yang berlaku – jika terbukti masih terdapat penghasilan yang belum dibayar pajaknya.
Apabila kita sudah yakin bahwa harta yang belum kita laporkan bersumber dari penghasilan yang sudah dipajaki dengan benar, termasuk jika harta tersebut bersumber dari warisan, hibah, atau sumbangan, atau tidak lagi memiliki penghasilan – cukup melakukan pembetulan SPT. Sederhana bukan? Iya, sejauh – sekali lagi – kita memahami risiko dan konsekuensi tidak memanfaatkan tax amnesty. Tapi apakah wajib pajak yang seluruh penghasilannya sudah dipajaki – demi mendapatkan fasilitas pengampunan – dapat ikut program tax amnesty? Sangat dibolehkan, dengan cara mengungkap harta tambahan dan membayar uang tebusan.
Semua pilihan punya risiko dan konsekuensi, termasuk jika mengacu ke UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Jika wajib pajak memilih ikut tax amnesty namun tidak jujur, hati-hati! Terhadap harta yang tidak diungkap dan ditemukan oleh kantor pajak sampai dengan 1 Juli 2019, akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai pajak sesuai ketentuan dan sanksi 200% dari pajak yang terutang. Di sisi lain, jika wajib pajak memilih tidak ikut tax amnesty dan terdapat harta yang diperoleh sejak 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, dianggap tambahan penghasilan dan dikenai pajak dan sanksi sesuai UU yang berlaku. Maka wajib pajak yang memilih tidak ikut tax amnesty harus segera menyampaikan pembetulan SPT sebelum 31 Maret 2017.
Dengan demikian, baik memilih ikut maupun tidak ikut program tax amnesty dituntut untuk jujur. Jika tidak, kita akan dikenai sanksi yang memberatkan. UU Pengampunan Pajak justru dimaksudkan menjadi sarana rekonsiliasi antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak. Sendi perpajakan adalah gotong royong yang hanya bisa terwujud jika ada saling percaya. Melalui tax amnesty justru pemerintah merelakan kewenangannya melakukan penegakan hukum yang keras dan memberi kesempatan bagi semua warganegaranya untuk berpartisipasi.
Tak perlu secara bombastik dan keji menuduh Negara sedang menzalimi rakyatnya. Seluruh konstruksi UU, nalar, dan administrasi perpajakan bersandar pada prinsip dan asas perpajakan yang menjunjung keadilan, kepastian hukum, dan penghormatan hak wajib pajak. Bahkan dapat dijamin, tak ada satu pun pasal atau petugas pajak yang berani mengenakan beban pajak berganda, apalagi serampangan memajaki.
Hingga detik ini, ribuan petugas pajak di seluruh sudut Nusantara menjadi pelayan yang baik bagi masyarakat, bahkan merelakan diri tak bersua dengan keluarga tercinta di Sabtu dan Minggu. Bahwa ada beberapa hal yang belum memenuhi harapan, itu adalah hal yang sangat wajar dan manusiawi, di tengah tuntutan semua harus bekerja dengan baik. Bahwa ada kekurangan, tugas kita mengkritik secara konstruktif dan proporsional. Tak perlu saling menyalahkan. Justru kita harus bersyukur program tax amnesty meretas kesadaran baru bahwa kita memiliki modal sosial yang amat besar untuk bangkit menjadi bangsa yang maju, makmur, dan sejahtera.
Kita pun percaya, kesuksesan tax amnesty tidak sekedar bergantung pada Pemerintah dan aparatur pajak, namun berada pada bahu-membahu seluruh elemen bangsa. Kita memiliki momentum yang sangat baik untuk memulai lembaran hidup baru yang didasarkan sikap saling hormat dan menghargai. Meski serba tergesa, kita masih memiliki cukup waktu. Tanpa bermaksud melupakan masa lalu, kita diajak menatap masa depan gemilang seraya saling berbisik mesra “sejak sekarang, tidak ada lagi dusta di antara kita….”
Yustinus Prastowo*
*Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA)
Sumber : komoditas.co.id | 26 Agustus 2016
https://www.komoditas.co.id/tax-amnesty-teror/
Pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, artinya seluruh kewajiban pajak yang belum pernah diperiksa oleh kantor pajak diampuni, termasuk konsekuensi sanksi administrasi dan pidana pajak yang timbul dari kewajiban pajak tersebut. Cara mendapatkan pengampunan adalah dengan mengungkapkan harta yang kita miliki dan belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir (2015) dan membayar uang tebusan, yang tarifnya tergantung kondisi: deklarasi, repatriasi, dan UKM, dan kapan ikut serta dalam program pengampunan.
Lalu apakah setiap orang wajib ikut pengampunan pajak? Tidak. Pengampunan ini justru hak yang boleh dimanfaatkan atau tidak. Wajib pajak yang mengungkap harta dan membayar tebusan diberi pengampunan, dan bagi yang tidak memanfaatkan tidak berhak mendapat fasilitas: dihapus pajak terutang dan sanksinya, jaminan tidak diperiksa dan tidak disidik sampai dengan 2015. Dengan demikian di titik ini kita paham risiko dan konsekuensi jika memilih tidak ikut program pengampunan: terbuka untuk diperiksa, potensi membayar tambahan pajak terutang, dikenai sanksi administrasi atau pidana sesuai ketentuan yang berlaku – jika terbukti masih terdapat penghasilan yang belum dibayar pajaknya.
Apabila kita sudah yakin bahwa harta yang belum kita laporkan bersumber dari penghasilan yang sudah dipajaki dengan benar, termasuk jika harta tersebut bersumber dari warisan, hibah, atau sumbangan, atau tidak lagi memiliki penghasilan – cukup melakukan pembetulan SPT. Sederhana bukan? Iya, sejauh – sekali lagi – kita memahami risiko dan konsekuensi tidak memanfaatkan tax amnesty. Tapi apakah wajib pajak yang seluruh penghasilannya sudah dipajaki – demi mendapatkan fasilitas pengampunan – dapat ikut program tax amnesty? Sangat dibolehkan, dengan cara mengungkap harta tambahan dan membayar uang tebusan.
Semua pilihan punya risiko dan konsekuensi, termasuk jika mengacu ke UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Jika wajib pajak memilih ikut tax amnesty namun tidak jujur, hati-hati! Terhadap harta yang tidak diungkap dan ditemukan oleh kantor pajak sampai dengan 1 Juli 2019, akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai pajak sesuai ketentuan dan sanksi 200% dari pajak yang terutang. Di sisi lain, jika wajib pajak memilih tidak ikut tax amnesty dan terdapat harta yang diperoleh sejak 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, dianggap tambahan penghasilan dan dikenai pajak dan sanksi sesuai UU yang berlaku. Maka wajib pajak yang memilih tidak ikut tax amnesty harus segera menyampaikan pembetulan SPT sebelum 31 Maret 2017.
Dengan demikian, baik memilih ikut maupun tidak ikut program tax amnesty dituntut untuk jujur. Jika tidak, kita akan dikenai sanksi yang memberatkan. UU Pengampunan Pajak justru dimaksudkan menjadi sarana rekonsiliasi antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak. Sendi perpajakan adalah gotong royong yang hanya bisa terwujud jika ada saling percaya. Melalui tax amnesty justru pemerintah merelakan kewenangannya melakukan penegakan hukum yang keras dan memberi kesempatan bagi semua warganegaranya untuk berpartisipasi.
Tak perlu secara bombastik dan keji menuduh Negara sedang menzalimi rakyatnya. Seluruh konstruksi UU, nalar, dan administrasi perpajakan bersandar pada prinsip dan asas perpajakan yang menjunjung keadilan, kepastian hukum, dan penghormatan hak wajib pajak. Bahkan dapat dijamin, tak ada satu pun pasal atau petugas pajak yang berani mengenakan beban pajak berganda, apalagi serampangan memajaki.
Hingga detik ini, ribuan petugas pajak di seluruh sudut Nusantara menjadi pelayan yang baik bagi masyarakat, bahkan merelakan diri tak bersua dengan keluarga tercinta di Sabtu dan Minggu. Bahwa ada beberapa hal yang belum memenuhi harapan, itu adalah hal yang sangat wajar dan manusiawi, di tengah tuntutan semua harus bekerja dengan baik. Bahwa ada kekurangan, tugas kita mengkritik secara konstruktif dan proporsional. Tak perlu saling menyalahkan. Justru kita harus bersyukur program tax amnesty meretas kesadaran baru bahwa kita memiliki modal sosial yang amat besar untuk bangkit menjadi bangsa yang maju, makmur, dan sejahtera.
Kita pun percaya, kesuksesan tax amnesty tidak sekedar bergantung pada Pemerintah dan aparatur pajak, namun berada pada bahu-membahu seluruh elemen bangsa. Kita memiliki momentum yang sangat baik untuk memulai lembaran hidup baru yang didasarkan sikap saling hormat dan menghargai. Meski serba tergesa, kita masih memiliki cukup waktu. Tanpa bermaksud melupakan masa lalu, kita diajak menatap masa depan gemilang seraya saling berbisik mesra “sejak sekarang, tidak ada lagi dusta di antara kita….”
Yustinus Prastowo*
*Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA)
Sumber : komoditas.co.id | 26 Agustus 2016
https://www.komoditas.co.id/tax-amnesty-teror/
Baca Juga Artikel Terkait :
Advertisement
2 Response to "Tax Amnesty itu Teror ?"
Komentar Anda
Silakan tuliskan komentar anda di sini. Mohon untuk mencantumkan identitas minimal nama Anda