Permasalahan Terkait Pelaksanaan PP Nomor 46 Tahun 2013

Sebagaimana kita pahami bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 diberlakukan untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang mempunyai peredaran bruto tertentu dalam melakukan penghitungan, pembayaran dan pelaporan Pajak Penghasilan terutang. Yang dimaksud Peredaran bruto tertentu disini adalah peredaran usaha (omset) yang nilainya tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) dalam satu tahun. Wajib Pajak yang omset setahunnya lebih dari Rp 4,8 M, tidak dapat menggunakan fasilitas ini.

Pemberlakukan ketentuan PP 46 Tahun 2013 ini tentu telah memberikan manfaat bagi wajib pajak terutama para pengusaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) karena mereka menjadi lebih mudah dalam menghitung, menyetor dan melaporkan Pajak Penghasilan terutangnya.

Lebih mudah karena pengenaan pajaknya menggunakan tarif tunggal sebesar 1% dan bersifat final. PPh terutang dihitung dengan mengalikan tarif 1% ini dengan omset setiap bulan.

Pengenaan PPh final sebesar 1% ini dapat dilakukan jika omset tahun pajak sebelumya tidak lebih dari Rp 4,8 M. Misalnya, tahun 2015 omset anda setahun sebesar Rp 4,5 M, maka pada tahun pajak 2016 anda dapat memanfaatkan fasilitas PP 46 tahun 2013. Dan mulai bulan Januari 2016, anda sudah dapat menghitung dan menyetorkan PPh terutang sebesar 1% per bulan. Sebaliknya jika omset tahun 2015 lebih dari Rp 4,8 M, anda tidak dapat menggunakan fasilitas ini pada tahun pajak 2016. Dalam hal ini pengenaan PPh terutang menggunakan tarif umum PPh (Pasal 17 UU PPh).

Cara Penyetoran PPh Terutang

Penyetoran PPh terutang sebesar 1% dari penghasilan bruto (omset) per bulan dilakukan dengan penyetorkannya ke bank atau kantor pos dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lainnya (misalnya dengan memanfaatkan billing-system) paling lambat 15 hari setelah Masa Pajak berakhir. Misalnya PPh Terutang atas omset bulan Januari 2016 harus disetorkan paling lambat tanggal 15 Februari 2016.

Bukti setoran pajak tersebut akan mendapatkan validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dari bank atau Kantor Pos penerima pembayaran. Validasi NTPN merupakan bukti otentik atas penyetoran pajak yang telah dilakukan sehingga perlu disimpan dengan baik.

Wajib Pajak tidak perlu lagi menyetorkan angsuran PPh Pasal 25 dengan catatan seluruh penghasilan (yang diterima pada tahun pajak sebelumnya) adalah penghasilan yang dikenakan PPh Final sesuai PP 46 tahun 2013.

Cara Pelaporan

Sesuai ketentuan PMK Nomor 107/PMK.011/2013, wajib pajak yang melakukan penyetoran PPh Final 1% tetap mempunyai kewajiban untuk melaporkan atau menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Namun demikian, wajib pajak yang telah melakukan penyetoran PPh Final 1% tersebut dianggap telah menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan, dan tanggal validasi NTPN dianggap sebagai tanggal penyampaian SPT Masa PPh. Hal ini mengandung pengertian bahwa wajib pajak dapat dianggap terlambat menyampaikan SPT Masa PPh jika penyetoran PPh Terutang dilakukan lebih dari 20 hari setelah masa pajak berakhir (selain juga terlambat melakukan penyetoran).

Dan secara tahunan wajib pajak juga tetap wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Permasalahan-permasalahan Terkait PP 46 Tahun 2013

Walaupun dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, pada kondisi tertentu penerapan ketentuan PP 46 Tahun 2013 kadang masih membingungkan wajib pajak. Permasalahan-permasalahan yang sering ditanyakan Wajib pajak terkait dengan pelaksanaan ketentuan PP 46 Tahun 2013 antara lain:

  • Bagaimana penerapan PP 46 Tahun 2013 dalam hal wajib pajak juga menerima penghasilan lain yang dikenakan PPh final berdasarkan peraturan lain (selain PP 46 Tahun 2013)?
  • Bagaimana jika wajib pajak (PP 46 Tahun 2013) menerima penghasilan yang dipotong PPh oleh pihak lain yang bersifat tidak final?
  • Bagaimana jika wajib pajak orang pribadi (PP 46 Tahun 2013) menerima penghasilan dari pekerjaan bebas?
Semua pertanyaan dan permasalahan tersebut telah ada jawaban dan penjelasannya secara lengkap disertai dengan contoh-contoh perhitungannya di dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. PMK ini merupakan peraturan pelaksanaan dari PP 46 Tahun 2013. Silakan Anda baca disini, selanjutnya anda juga dapat mengunduh (download) filenya.

Selain itu, terkait dengan kasus-kasus tertentu seperti :

  • Penentuan saat beroperasi secara komersial bagi Wajib Pajak badan,
  • Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan,
  • Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak reksa dana,
  • Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman,
  • Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (Wajib Pajak OPPT),
Dirjen Pajak juga telah menerbitkan penegasan dan penjelasannya secara lengkap pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-32/PJ/2014 tanggal 17 September 2014. Silakan Anda baca disini, selanjutnya anda juga dapat mengunduh (download) filenya.





Baca Juga Artikel Terkait :


Advertisement


0 Response to "Permasalahan Terkait Pelaksanaan PP Nomor 46 Tahun 2013"

Komentar Anda

Silakan tuliskan komentar anda di sini. Mohon untuk mencantumkan identitas minimal nama Anda