Pemberlakuan PPN atas Jasa Jalan Tol Per 1 April 2015 Ditunda

Beberapa hari yang lalu, Pemerintah resmi mengumumkan peraturan tentang pengenaan PPN atas Jasa Jalan Tol melalui Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-10/PJ/2015 tanggal 2 Maret 2015, yang efektif akan diberlakukan pada awal April tahun ini. Belum sempat berlaku, Jumat, 13 Maret 2015 Pemerintah melalui Menteri Keuangan seperti disampaikan di beberapa media menyatakan bahwa Pemerintah menunda pemberlakukan PPN atas Jasa Jalan Tol. Sehingga rencana pemberlakukan PPN atas Jasa Jalan Tol per 1 April 2015 seperti tercantum dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-10/PJ/2015, ditunda pelaksanaannya sampai dengan waktu yang belum ditentukan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Jalil, seperti dikutip dari ROL, mengatakan bahwa pemberlakukan PPN 10 persen akan dikaji lagi meski akan tetap diberlakukan.

Sementara, Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa pengkajian dilakukan karena adanya kenaikan harga elpiji dan pelemahan rupiah. Masih menurut Basuki Hadimuljono katanya, Presiden Joko Widodo sebenarnya setuju atas pemberlakukan PPN atas Jasa Jalan Tol tetapi waktu pemberlakukannya minta dikaji lagi.





Baca Juga Artikel Terkait :


Advertisement


22 Response to "Pemberlakuan PPN atas Jasa Jalan Tol Per 1 April 2015 Ditunda"

  1. Rere Marica 15 April 2015 pukul 09.10
    Selamat pagi ,Pak Ahmad..
    Saya ingin menanyakan mengenai SPT Tahunan Badan utk perusahaan yg baru berdiri April 2014, dgn KLU 82301.
    Brp tarif yg dikenakan apabila menggunakan sistem norma?
    terima kasih sebelumnya.
  2. Ahmadi H Lazuardi 15 April 2015 pukul 13.44
    Selamat siang Caca Marica,

    Norma penghitungan penghasilan neto tidak bisa diterapkan untuk Wajib Pajak Badan. Karena itu wajib pajak Badan harus menyelenggarakan pembukuan. Norma Penghitungan hanya untuk Wajib Pajak Orang Pribadi.

    Penggunaan/penerapan tarif PPh dengan tarif 1% final juga belum bisa diterapkan untuk tahun pajak 2014 dan 2015 karena perusahaan baru berdiri pada bulan April 2014. Jadi untuk penghitungan PPh Terutang tahun pajak 2014 dan 2015 harus menggunakan tarif normal Undang-undang PPh.
  3. Unknown 16 April 2015 pukul 14.08
    Selamat sore Pak Ahmadi

    saya mohon bantuanny untuk pengisian spt tahunan badan yang dikenakan pasal 4 ayat 2. apakah kami harus melaporkan pasal 29 apabila kami sudah dikenakan pasal 4 ayat 2.
    terima kasih dan kami berharap ada penjelasand ari bapak.
  4. Unknown 17 April 2015 pukul 06.55
    Selamat pagi Pa Ahmad,

    Sebelumnya terima kasih atas jawaban bapak mengenai pertanyaan saya beberapa hari lalu. untuk pengisian 1771-I saya sudah cukup jelas.

    Yang saya masih bingung adalah bagaimana pembuatan Lap Rugi Laba.
    Kalau tahun2 lalu, kolom yang tercantum adalah kolom komersial, koreksi fiskal, dan fiskal. dimana angka2 komersial adalah angka sesuai operasional perusahaan, kolom koreksi fiskal adalah angka2 komersial yang harus dikoreksi, dan kolom fiskal adalah angka2 pengurangan dari komersial dikurangi koreksi fiskal.
    yang mau saya tanyakan adalah apabila peredaran usaha kurang dari 4,8 M, otomatis semua peredaran usahanya final dan biaya dikoreksi positif seperti yang telah dijabarkan oleh Bapak. Apakah saya tetap membuat lap Rugi laba dengan format tahun lalu dgn 3 kolom tsb diatas dimana kolom koreksi terisi semua dgn angka komersial sehingga angka di fiskal -0- semua ataukah lap Rugi Laba dibuat hanya ada kolom komersial saja?

    Terima Kasih
    Tuti
  5. Ahmadi H Lazuardi 17 April 2015 pukul 08.24
    Selamat pagi juga Bu Tuti,

    Penyelenggaraan pembukuan bagi wajib pajak Badan itu sifatnya wajib (mandatory) menurut ketentuan undang-undang (Pasal 28 UU KUP). Dari pembukuan yang diselenggarakan dibuat Laporan Keuangan, termasuk di dalam Laporan Keuangan itu adalah Laporan Laba/Rugi. Apa saja elemen yang ada di dalam Laporan Laba/Rugi, dan bagaimana penyajiannya, itu sudah ada standar dan ketentuan yang mengatur yaitu PSAK. (Mohon maaf saya tidak paham apa yang anda maksud dengan Laporan Laba/Rugi dengan kolom-kolom spt kolom komersial, koreksi fiskal dan fiskal itu. Mungkin anda bisa jelaskan?). Kemudian SPT dibuat/disusun berdasarkan Laporan Keuangan (termasuk di dalamnya adalah Lap laba/Rugi) yang telah dibuat sebelumnya. Demikian yang saya pahami.
  6. Ahmadi H Lazuardi 17 April 2015 pukul 17.06
    @Fadel, yang dimaksud PPh Pasal 29 adalah PPh yang harus dibayar ketika jumlah PPh Terutang dalam suatu tahun pajak jumlahnya lebih besar dari jumlah kredit pajak.

    Walaupun atas penghasilan dari usaha telah dikenakan PPh Final atau PPh Pasal 4 ayat (2) atau sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013, tetapi anda memperoleh penghasilan lain dari luar usaha (other income) yang tidak dikenakan PPh Final maka masih mungkin ada PPh Pasal 29 yang harus dibayar.

    Ada atau tidak ada PPh Pasal 29 yang harus dibayar, atau bahkan Lebih Bayar sekalipun, SPT Tahunan PPh Badan tetap harus dilaporkan/disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
  7. Unknown 24 April 2015 pukul 08.48
    Met pagi pak. Apa ada contoh form ssp untuk pajak tahunan badan dengan pp 46. Terutama kode akun pajak dan masa pajaknya. Perusahan kami omzet belum mencapai 4,6 M. Tiap bulan yg dibayar hanya pph 21 karyawan. Pajak yg lain belum dibayarkan. Apa harus bayar/buat ssp per bulan ataukah bisa langsung dibayarkan sekali dalam 1 ssp
  8. Ahmadi H Lazuardi 27 April 2015 pukul 09.03
    @Emilly, Form SSP sebenarnya sudah saya sediakan di halaman Formulir blog ini, atau kalau mau langsung lihat contohnya atau langsung download silakan klik di sini.

    Kode akun pajak bisa dilihat disini.

    PPh Final sebesar 1% sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013, dibayar secara bulanan sebesar 1% dari Peredaran Usaha (omset) per bulan. Disetor dengan SSP seperti di atas, dengan Kode Akun Pajak : 411128, Kode Setoran : 420 dan Uraian Pembayaran : PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
  9. Unknown 27 April 2015 pukul 21.39
    Nanya lagi pak. SSP nya dilaporkan ke KPP pake form apa pak? Atau dijadikan lampiran di SPT 1771 yg kita laporkan?
  10. Ahmadi H Lazuardi 28 April 2015 pukul 13.42
    SSP-nya tidak perlu anda laporkan per bulan, tetapi anda harus pastikan SSP sebagai bukti setor itu telah mendapatkan validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dari bank, baik dengan cara ditera di SSP-nya atau dengan lembar tersendiri.

    Pastikan juga, setoran anda tidak lewat dari tanggal 15 bulan berikutnya.
    Sebagai contoh, untuk penghasilan dari usaha bulan Januari 2015 pajaknya harus anda setorkan maksimal tanggal 15 Februari 2015.

    SSP Lembar ke-3 atas seluruh bulan dalam satu tahun pajak, nantinya anda laporkan sebagai lampiran SPT Tahunan.
  11. Unknown 30 April 2015 pukul 09.22
    Pak, apakah spt tahunan badan bisa dilaporkan/dikirimkan via pos? Kalo bisa adakah file lembar informasi yg harus ditempel ke amplopnya? Terimakasih
  12. Ahmadi H Lazuardi 30 April 2015 pukul 09.56
    SPT Tahunan PPh Badan bisa dikirimkan via pos tercatat (Kilat Khusus, Express, dsb.), resi kirim agar disimpan dengan baik sebagai bukti kirim. Kalo bisa minta kepada pihak pengirim/pos agar pada kolom "ISI KIRIMAN" di resi pengiriman, diisi dengan keterangan "SPT PPh Badan 2014".

    Tidak ada lembar informasi yang perlu ditempel di amplop.
  13. Unknown 15 Juni 2015 pukul 19.24
    Pak, saya mau nanya. Jika saya menyewa konsultan selama 10 bulan dengan gaji 9 juta per bulan. Pajak penghasilan yg harus dibayarkan berapa ya?
  14. Ahmadi H Lazuardi 22 Juni 2015 pukul 14.14
    Jika pemberi jasa konsultan tersebut adalah perusahaan (berbadan hukum PT, CV dst.) atas pembayarannya dikenakan tarif PPh Pasal 23 sebesar 2% dari penghasilan bruto yang dibayarkan.

    Tetapi jika konsultan tersebut bekerja atas nama pribadi, diperlukan data-data lebih detail mengenai :
    1. Apakah konsultan yg bersangkutan sudah punya NPWP
    2. Statusnya bagaimana; laki2/perempuan, tdk kawin atau kawin, berapa tanggungan keluarga
  15. Unknown 24 Juni 2015 pukul 14.40
    Assalamualaikum Pak Ahmad, begini, Kami perusahaan IT Consulting yg berasal dari Korea dan telah berbentuk PT. Sebelumnya kami hanya berbentuk Kantor cabang dari headquarter kami di Korea. Saat ini kami sedang memproses penutupan/penghapusan NPWP Kantor cabang, laporan sudah lengkap dan sudah masuk, tinggal menunggu SK Penghapusan. Yang ingin kami tanyakan adalah Apa benar kami tidak usah melaporkan pajak bulanan NPWP Kantor cabang seperti PPh25 dsb? Kami sudah menemui seksi Waskon di KPP Badora 1, beliau menjelaskan bahwa kami tidak perlu lapor pajak yg dimaksud. Tapi yg saya khawatirkan akan ada masalah nanti kedepannya, karena yang kami dapat hanya info keterangan lisan, tidak tertulis. Mohon solusi dan penjelasannya, Terima Kasih.
  16. Ahmadi H Lazuardi 25 Juni 2015 pukul 16.20
    Wa'alaikum salam Pak Triyono,

    Sebenarnya, kewajiban pelaporan surat pemberitahuan (SPT) belum hapus karena memang status terdaftarnya juga belum dihapus.

    Menurut informasi anda, "laporan sudah lengkap dan sudah masuk", saya asumsikan pemeriksaan juga sudah dilakukan oleh KPP, karena setiap permohonan penghapusan NPWP pasti diperiksa dulu.

    Kalau mau "konservatif" lapor saja spt walaupun NIHIL, jadi anda tidak perlu khawatir lagi.

    Dalam praktik biasanya memang, kalau sudah dalam proses penghapusan, kegiatan pengawasan pelaporan spt di kpp tidak lagi efektif.

    Demikian Pak Triyono.
  17. Unknown 12 Februari 2016 pukul 09.10
    Selamat pagi pak..
    saya tenaga asing yang mempunyai NPWP dan sudah 6 bulan tinggal diindonesia, saya mendapatkan bukti potong 1721-a1 untuk Bukti Potong atas penghasilan saya, dlm bupot penghasilan netto saya disetahunkan sehingga pajak yang dibayar besar, pada spt tahunan pribadi penghasilan netto yang diisi bukan yang disetahunkan jadi pjknya kecil, bagaimana cara pelaporannya agar sesuai dengan hitungan pada bukti potong 1721-A1 saya... karena pada EFIN semua hitungan sudah otomatis,terima kasih
  18. Ahmadi H Lazuardi 14 Februari 2016 pukul 12.20
    @Pak Afif,

    Salam Pak Afif, sebelumnya mohon maaf baru sempat menanggapi pertanyaan Bapak.

    Terkait dengan cara penghitungan PPh Pasal 21 di bukti potong bahwa penghasilan neto disetahunkan, itu sudah benar mengingat kewajiban pajak subjektif anda sebagai karyawan asing di Indonesia hanya meliputi sebagian tahun saja (tidak dari awal tahun) sesuai dengan informasi yang anda sampaikan.

    Mengenai pernyataan bahwa dengan disetahunkan pajak yang dibayar (menjadi) besar, menurut saya kurang tepat karena PPh Pasal Terutang yang seharusnya di potong oleh Pemberi Kerja (Form 1721-A1 Poin 19) adalah sebesar jumlah yang sebanding (proporsional) dengan bulan anda menerima penghasilan. Jadi kalau anda bekerja dan menerima penghasilan selama enam bulan saja (katakanlah Juli-Desember 2015), maka PPh Pasal 21 Terutang yang seharusnya dipotong (Form 1721-A1 poin 19) adalah sebesar 6/12 dari PPh Terutang pada 1721-A1 poin 17.

    Dalam mengisi SPT Tahunan Orang Pribadi Formulir 1770S (asumsi saya anda menggunakan form ini), yang menjadi dasar pengisian adalah data-data pada bukti potong PPh Pasal 21 Form 1721-A1. Penghasilan Neto Dalam Negeri Sehubungan Dengan Pekerjaan (sesuai petunjuk pengisiannya) diisi sesuai data pada Bukti Potong 1721-A1 poin 14 (dalam hal ini berarti penghasilan neto yang disetahunkan). Demikian juga degan jumlah tanggungan diisi sesuai data pada bukti potong. Nah yang menjadi masalah memang ketika pengisian SPT Tahunan melalui e-Filing dimana pada angka PPh Terutang secara otomatis akan di-generate oleh system yang notabene tidak mengakomodir cara penghitungan PPh Terutang dari penghasilan neto disetahunkan.

    Alhasil, PPh Terutang menurut SPT Tahunan PPh Orang Pribadi jumlahnya akan lebih besar dibanding PPh yang telah dipotong sesuai bukti potong yang ada, sehingga status SPT Tahunan PPh Orang Pribadi menjadi kurang bayar. Bagaimana bisa menjadi kurang bayar sementara Wajib Pajak hanya menerima penghasilan sebagai karyawan dan pph terutangnya telah dipotong PPh?

    Dalam hal ini terima kasih atas case yang Bapak sampaikan, dan hal ini semoga menjadi bahan evaluasi pihak-pihak terkait terutama DJP untuk menyempurnakan system e-filing (jika memang benar karena kekurangan dari system yang ada sekarang) atau men-sosialisasikan petunjuk cara pengisian/pelaporannya jika memang systemnya sudah benar tetapi kami atau kita semua yang belum mengetahui caranya. Mohon maaf.
  19. Unknown 21 Maret 2016 pukul 09.39
    Pak, saya mau bertanya terkait SPT PPh pasal 21 masa Desember 2015.
    Karyawan A (K/3): gaji Januari 5.000.000; Biaya Jabatan 250.000; pajaknya 37.500. Gaji Februari-Desember naik jadi 5.425.000; biaya jabatan 271.250; pajaknya 57.688. Di bulan Desember mendapatkan bonus diluar gaji senilai 46.293.150. Pajak yang harus dibayar di bulan Desember berapa ya pak?


    Karyawan B (TK/0): gaji Januari 4.500.000; Biaya Jabatan 225.000; pajaknya 63.750. Gaji Februari-Desember naik jadi 4.882.500; biaya jabatan 244.125; pajaknya 81.917. Di bulan Desember mendapatkan bonus diluar gaji senilai 25.316.575. Pajak yang harus dibayar di bulan Desember berapa ya pak?
  20. Ahmadi H Lazuardi 22 Maret 2016 pukul 11.12
    Dear Unknown

    Pajak yang harus dipotong/dibayar utk Karyawan A bulan Desember 2015 dapat dihitung sebagai berikut :

    1. Gaji Januari-Desember 2015 : Rp64.675.000
    2. Bonus Desember 2015 : Rp46.293.150
    3. Total Penghasilan Bruto (1+2) : Rp110.968.150
    4. Biaya Jabatan (5%) : Rp5.548.408
    5. Penghasilan neto (3-4) : Rp105.419.742
    6. PTKP (K/3) : Rp48.000.000
    7. Penghasilan Kena Pajak (5-6) : Rp57.419.742
    8. Penghasilan Kena Pajak sbg dasar pengenaan Pajak (dibulatkan) : Rp57.419.000
    9. PPh Terutang setahun [(5% x Rp50.0000.000) + (15% x Rp7.419.000)] : Rp2.870.950
    10. PPh yang telah dipotong/dibayar Januari-November 2015 : Rp614.000
    11. PPh yang harus dipotong/dibayar utk karyawan A bln Desember 2015 (9-10) : Rp2.256.950

    Untuk Karyawan B dapat dihitung dengan cara yang sama, dengan menyesuaikan PTKP-nya menjadi (TK/0).

    Contoh penghitungan lebih lengkap dapat anda lihat pada Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi, tepatnya pada Lampiran hal 11 dan 12 (poin 1.4.1 dan 1.4.2)

    Untuk membaca Lampiran Per-32/PJ/2015 anda bisa langsung menuju ke Link ini.

    Semoga membantu.
  21. Unknown 22 Maret 2016 pukul 17.09
    Terima kasih Pak. Sangat mencerahkan dan membantu...

Komentar Anda

Silakan tuliskan komentar anda di sini. Mohon untuk mencantumkan identitas minimal nama Anda