Tampilkan postingan dengan label PPN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PPN. Tampilkan semua postingan

Jasa Keagamaan Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menerbitkan Permenkeu Nomor 92/PMK.03/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Keagamaan Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Peraturan yang merupakan pelaksanaan dari PP Nomor 1 tahun 2012 ini diteken/ditetapkan Menteri Keuangan pada tanggal 22 Juli 2020, diundangkan tanggal 23 Juli 2020 dan mulai berlaku setelah 30 hari sejak tanggal diundangkan.

Dalam Permenkeu ini diatur bahwa Jasa Tertentu dalam kelompok jasa keagamaan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).  Yang dimaksud Jasa Tertentu disini meliputi :
  1. jasa pelayanan rumah ibadah; 
  2. jasa pemberian khotbah atau dakwah; 
  3. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan 
  4. jasa lainnya di bidang keagamaan. 
Adapun pengertian Jasa Lainnya di Bidang Keagamaan yang dimaksudkan di atas adalah :
  1. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh pemerintah; dan
  2. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata. 
Perjalanan Ibadah Keagamaan ke Tempat Tertentu
Yang dimaksudkan dengan Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh pemerintah adalah:
  1. jasa Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler ke Kota Makkah dan Kota Madinah;
  2. jasa Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah ke Kota Makkah dan Kota Madinah. 
Sedang Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata meliputi:
  1. jasa Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus dan/ atau Penyelenggaraan Perjalanan lbadah Umrah ke Kota Makkah dan Kota Madinah; 
  2. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Yerusalem dan/atau Kota Sinai kepada peserta perjalanan yang beragama Kristen; 
  3. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Vatikan dan/ atau Kota Lourdes kepada peserta perjalanan yang beragama Katolik; 
  4. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Uttar Pradesh dan/atau Kota Haryana kepada peserta perjalanan yang beragama Hindu; 
  5. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Bodh Gaya dan/ atau Kota Bangkok kepada peserta perjalanan yang beragama Buddha; dan 
  6. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Qufu kepada peserta perjalanan yang beragama Khonghucu. 
Perjalanan (Keagamaan) ke Tempat Lain
Namun jika jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan selain menyelenggarakan perjalanan ibadah ke tempat-tempat seperti disebutkan diatas juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain, jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Termasuk dalam penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain ini yaitu perjalanan ke tempat lain bukan dalam rangka transit baik tercantum atau tidak tercantum dalam penawaran jasa penyelenggaraan perjalanan. 

Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya PPN adalah Nilai Lain sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih atas jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain, dalam hal tagihan dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain. Tetapi jika tagihan tidak dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain, maka Dasar Pengenaan Pajak-nya sebesar 5% (lima persen) dari keseluruhan jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih atas jasa penyelenggaraan perjalanan.

Contoh (1)
Tagihan paket perjalanan (dirinci):
a. Paket perjalanan umrohRp30.000.000
b. Paket perjalanan ke TurkiRp10.000.000
c. Total TagihanRp40.000.000
PPN=10%xDPP
=10%x(10% x Rp 10.000.000)
=Rp 100.000,-

Contoh (2)
Tagihan paket perjalanan (tidak dirinci):
a. Paket perjalanan umroh plus TurkiRp40.000.000
PPN=10%xDPP
=10%x(5% x Rp 40.000.000)
=Rp 200.000,-

Hal yang perlu dicatat juga adalah bahwa Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan dengan penyerahan Jasa Kena Pajak penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain tidak dapat dikreditkan pada SPT Masa PPN.


Baca selengkapnya [...]

Mengenal Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (e-Faktur) dan Langkah-langkah Pembuatannya


Pengertian e-Faktur

Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Aplikasi atau sistem elektronik itu dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (manual user) yang merupakan satu kesatuan dengan aplikasi atau sistem elektronik tersebut. Kewajiban pembuatan e-Faktur bagi Pengusaha Kena Pajak berlaku untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan penyerahan Jasa Kena Pajak.

Kapan Mulai Berlaku

Peraturan mengenai Faktur Pajak Elektronik sebenarnya telah diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2014 setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 151/PMK.03/2013 pada tanggal 11 November 2014. Namun peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Dirjen Pajak baru terbit tanggal 20 Juni 2014 yakni Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 dan mulai efektif berlaku per 1 Juli 2014.

Sebagai tahap awal Direkorat Jenderal Pajak telah menetapkan sebanyak 45 PKP yang diwajibkan membuat e-Faktur mulai 1 Juli 2014, yaitu :
1. PT Pama Persada Nusantara
2. PT Goodyear Indonesia Tbk
3. PT Ramajaya Pramukti
4. PT Aneka Tambang
5. PT Bukit Asam (Persero) Tbk
6. PT Telekomunikasi Indonesia
7. PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel)
8. PT Sucofindo
9. PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia
10. PT Monier
11. PT Misung Indonesia
12. PT Kurita Indonesia
13. PT Foseco Indonesia
14. PT Patra SK
15. PT BP Petrochemicals Indonesia
16. PT Sanken Indonesia
17. PT Sanyo Jaya Components Indonesia
18. PT Akashi Wahana Indonesia
19. PT Akebono Brake Astra Indonesia
20. PT NS Bluescope Indonesia
21. PT Sony Indonesia
22. PT Penta Valent
23. PT Elegant Textile Industry
24. PT Dong-II Indonesia
25. PT Du Pont Indonesia
26. PT Yokogawa Indonesia
27. PT Erm Indonesia
28. PT Kuala Pelabuhan Indonesia
29. PT ISS Indonesia
30. PT Daya Kobelco Construction Machinery Indonesia
31. PT Mulia Intipelangi
32. PT Manggala Gelora Perkasa
33. PT Indo-Rama Synthetics Tbk
34. PT Fortune Indonesia Tbk
35. PT Tunas Baru Lampung Tbk
36. Shimizu Corporation
37. Nippon Koei Co. Ltd.
38. PT Dowell Anadrill Schlumberger
39. PT Schlumberger Geophysics Nusantara
40. PT Radiant Utama Interinsco Tbk
41. PT Trans Power Marine Tbk
42. PT Inti Ganda Perdana
43. PT Royal Sutan Agung
44. PT Halim Sakti Pratama
45. PT Lea Sanent

Kemudian DJP menerbitkan beberapa keputusan Dirjen Pajak yang menetapkan PKP lainnya untuk menerapkan ketentuan pembuatan faktur pajak berbentuk elektronik.

Selanjutnya sesuai KEP-136/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014, terhitung mulai 1 Juli 2015 seluruh Pengusaha Kena Pajak di wilayah Jawa dan Bali diwajibkan membuat faktur pajak berbentuk elektronik.

Sedangkan pemberlakukan e-Faktur secara nasional akan secara serentak dimulai pada 1 Juli 2016.

Kewajiban pembuatan e-Faktur dikecualikan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak:
  1. yang dilakukan oleh pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012;
  2. yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak Toko Retail kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri; dan
  3. yang bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilainya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

Beberapa Persyaratan e-Faktur

  1. e-Faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
    1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
    2. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
    3. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
    4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
    5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
    6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
    7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak (tanda tangan elektronik).
  2. e-Faktur dibuat dengan menggunakan mata uang Rupiah.
    Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang menggunakan mata uang selain Rupiah maka harus terlebih dahulu dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan e-Faktur.
  3. Atas e-Faktur yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur tersebut dapat membuat e-Faktur pengganti melalui aplikasi e-Faktur.
  4. Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang e-Fakturnya telah dibuat, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur harus melakukan pembatalan e-Faktur melalui aplikasi e-Faktur.
  5. Atas hasil cetak e-Faktur yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur dapat melakukan cetak ulang melalui aplikasi e-Faktur.
  6. Atas data e-Faktur yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permintaan data e-Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan data e-Faktur. Permintaan data e-Faktur tersebut terbatas pada data e-Faktur yang telah diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
  7. Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan hasil keluaran (output) dari aplikasi e-Faktur. e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).
  8. e-Faktur wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak dengan cara diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. Pelaporan e-Faktur tersebut dilakukan dengan menggunakan aplikasi e-Faktur. Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e-Faktur yang telah diunggah (upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran e-Faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan merupakan Faktur Pajak.

Langkah-langkah Membuat e-Faktur

Langkah-1 : Menyiapkan Surat Permohonan Sertifikat Elektronik dan Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password

Surat Permohonan Sertifikat Elektronik ditandatangani oleh pengurus PKP dan harus sesuai dengan nama yang tercantum pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak Terakhir.

Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password harus diisi dengan lengkap dan ditandatangani oleh pengurus PKP.  Format Surat Permohonan harus sesuai dengan Lampiran IA Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2014

PKP juga harus memenuhi syarat agar dapat mengajukan kode aktivasi dan password, yakni telah melakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak pada KPP tempat PKP terdaftar sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-05/PJ/2012 beserta perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang atau verifikasi yang menyatakan PKP tetap dikukuhkan atau PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-73/PMK.03/2012.

PKP yang sebelumnya telah memiliki Kode Aktivasi dan Password tidak perlu lagi mengajukan permintaan kode aktivasi dan password. Kode Aktivasi dan Password yang dimaksudkan di sini adalah kode dan password untuk mengakses aplikasi e-Nofa.

Langkah-2 : Menyampaikan Surat Permohonan Sertifikat Elektronik dan Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak (sesuai dengan tempat PKP terdaftar)

Pengurus PKP harus datang langsung menyampaikan surat Permohonan Sertifikat Elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak, serta wajib menunjukkan :
  • WNI : KTP asli, Kartu Keluarga (KK) asli, beserta photocopy kedua dokumen tersebut
  • WNA : Paspor asli, KITAS / KITAP asli, beserta fotokopi kedua dokumen tersebut
  • Pas Foto WNI/WNA terbaru yang dsimpan kedalam CD
  • Asli SPT Tahunan Badan & Bukti Penerimaan Surat atau Tanda Terima Pelaporan SPT
Persetujuan atau penolakan Permohonan Kode Aktivasi dan Password diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja. Kode Aktivasi dikirim melalui pos ke alamat PKP, password dikirim melalui email ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.

Langkah-3 : Melakukan Aktivasi

PKP wajib membawa surat persetujuan aktivasi dan password yang dikirim oleh DJP beserta lembaran surat Permintaan Aktivasi Akun PKP ke Kantor Pelayanan Pajak. Aktivasi akun akan selesai pada hari itu juga. Surat Permintaan Aktivasi Akun PKP harus sesuai dengan lampiran IE Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER/17/PJ/2014.

Langkah 4 : Login pada Aplikasi e-Nofa

PKP dapat mengakses e-Nofa dengan memasukkan username dan password yang sudah diberikan oleh DJP.  e-Nofa sebuah aplikasi untuk mendapatkan elektronik nomor seri faktur pajak yang akan digunakan pada e-Faktur.

Langkah-5 : Mengunduh (Download) Aplikasi e-Faktur Pajak

Baca selengkapnya [...]

Pemberlakuan PPN atas Jasa Jalan Tol Per 1 April 2015 Ditunda

Beberapa hari yang lalu, Pemerintah resmi mengumumkan peraturan tentang pengenaan PPN atas Jasa Jalan Tol melalui Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-10/PJ/2015 tanggal 2 Maret 2015, yang efektif akan diberlakukan pada awal April tahun ini. Belum sempat berlaku, Jumat, 13 Maret 2015 Pemerintah melalui Menteri Keuangan seperti disampaikan di beberapa media menyatakan bahwa Pemerintah menunda pemberlakukan PPN atas Jasa Jalan Tol. Sehingga rencana pemberlakukan PPN atas Jasa Jalan Tol per 1 April 2015 seperti tercantum dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-10/PJ/2015, ditunda pelaksanaannya sampai dengan waktu yang belum ditentukan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Jalil, seperti dikutip dari ROL, mengatakan bahwa pemberlakukan PPN 10 persen akan dikaji lagi meski akan tetap diberlakukan.

Sementara, Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa pengkajian dilakukan karena adanya kenaikan harga elpiji dan pelemahan rupiah. Masih menurut Basuki Hadimuljono katanya, Presiden Joko Widodo sebenarnya setuju atas pemberlakukan PPN atas Jasa Jalan Tol tetapi waktu pemberlakukannya minta dikaji lagi.

Baca selengkapnya [...]

Pengenaan PPN atas Jasa Jalan Tol

Terhitung mulai 1 April 2015 Pemerintah akan mulai mengenakan PPN atas penggunaan jasa jalan tol. Konsumen atau pengguna jalan tol tentu mau tidak mau harus siap untuk menanggung kenaikan harga tarif tol ketika ketentuan ini diberlakukan.

Dari awal diberlakukannya Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Jasa Jalan Tol sebenarnya memang tidak masuk dalam negatif-list (jasa yang tidak dikenakan PPN). Artinya jasa jalan tol sesuai Undang-undang memang seharusnya dikenakan PPN, namun sementara ini pengenaannya ditangguhkan dengan alasan dan pertimbangan tertentu. Ketika jalan tol ini sudah menjadi bisnis yang berkembang baik seperti sekarang, maka pengenaan PPN atas jasa jalan tol ini dipertimbangkan kembali oleh Pemerintah untuk diberlakukan.

Peraturan pelaksanaan berupa Tata Cara Pemungutan Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Jalan Tol juga sudah diterbitkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2015 tanggal 2 Maret 2015. Di dalam Peraturan Dirjen Pajak ini sudah jelas disebutkan bahwa ketentuan pengenaan PPN atas jasa jalan tol efektif mulai perlaku per 1 April 2015. Dengan demikian sudah hampir pasti awal April pengguna jalan tol harus membayar tiket tol dengan harga baru yang disesuaikan.

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-10/PJ/2015 antara lain mengatur bahwa Pengusaha Jalan Tol yang menyerahkan jasa jalan tol harus berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib menerbitkan faktur pajak untuk setiap penyerahan Jasa Jalan Tol. Karcis Tol merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

PPN yang harus dipungut oleh Pengusaha Jalan Tol adalah sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (harga resmi tarif tol). Dengan demikian jika tarif tol sekarang misalnya sebesar Rp 5.000 maka setelah dikenakan PPN harga yang harus dibayar pengguna tol menjadi Rp 5.500. Yang menjadi masalah adalah untuk tarif tol lain misalnya Rp 8.500 jika ditambahkan PPN sebesar 10% (Rp 850) maka harganya menjadi Rp 9.350. Secara teknis di lapangan transaksi dengan nilai yang nanggung seperti ini tentu akan menyulitkan karena melibatkan uang pecahan kecil, dan efeknya berpotensi menimbulkan antrean di pintu bayar tol. Apakah nanti harga yang nanggung ini akan dibulatkan? Kita tunggu realisasinya. Jika harganya dibulatkan ke atas misalnya dengan hasil perhitungan di atas, harga included PPN sebesar Rp 9.350 dibulatkan menjadi Rp 9.500. Pembulatan ke atas seperti ini pada hakikatnya sebenarnya telah menaikkan tarif tol. Artinya Pengusaha Jalan Tol akan diuntungkan dengan adanya penyesuaian (pembulatan) harga tersebut. Dengan kata lain, penerapan pengenaan PPN atas Jasa Jalan Tol sebenarnya akan menguntungkan Pengusaha Jalan Tol.

Mengenai pencantuman PPN pada Karcis Tol, jika nilai karcis tol sudah termasuk PPN maka dalam Karcis Tol wajib disebutkan nilai Karcis Tol tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan penyerahan Jasa Jalan Tol merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.

Baca selengkapnya [...]

Ketentuan Baru Faktur Pajak Tahun 2013

Direktorat Jenderal Pajak kembali mengeluarkan ketentuan baru mengenai faktur pajak, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012.  Peraturan Dirjen Pajak ini diterbitkan sebagai pelaksanaan dari Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012.  Sebagaimana diketahui pula bahwa Peraturan Dirjen Pajak ini menggantikan peraturan yang lama yaitu PER-13/PJ/2010 yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan Dirjen Pajak ini akan efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2013, sehingga sejak awal April 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Beberapa ketentuan yang mengalami perubahan terkait ketentuan baru mengenai faktur pajak akan coba saya uraikan.

Kapan Faktur Pajak Harus Dibuat

Salah satu hal yang diatur dalam peraturan baru ini adalah tentang kapan faktur pajak harus dibuat. Di dalam peraturan lama (PER-13/PJ/2010) diatur bahwa faktur pajak harus dibuat pada:
  1. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
  2. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
  3. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
  4. saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Di dalam PER-24/PJ/2012, ada penambahan satu kondisi baru yang ditentukan sebagai saat faktur pajak harus dibuat berupa penambahan butir e yaitu; saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apabila pengusaha kena pajak menerbitkan faktur pajak melewati batas waktu sebagaimana disebutkan diatas, akan dikenai sanksi administrasi sesuai Pasal 14 ayat (4) Undang-undang KUP.
Dan apabila penerbitan faktur pajak tersebut diterbitkan melewati jangka waktu tiga bulan sejak faktur pajak seharusnya dibuat, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) dianggap tidak menerbitkan faktur pajak. Konsekuensinya, PKP Pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau Penerima Jasa Kena Pajak (JKP) yang menerima faktur pajak tersebut tidak dapat mengkreditkan PPN yang tercantum didalamnya sebagai Pajak Masukan.

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak

Sebagaimana kita ketahui, jumlah digit untuk kode dan nomor seri faktur pajak menurut ketentuan sebelumnya berjumlah 16 digit.  Tidak ada perubahan dari sisi jumlah digit kode dan nomor seri faktur pajak pada ketentuan yang baru, tetapi ada sedikit perubahan pengaturan format nomornya. Enam belas digit tersebut terdiri atas; 2 digit Kode Transaksi, 1 digit Kode Status dan 13 digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Nomor Seri Faktur Pajak (13 digit) akan diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai permintaan PKP. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur Pajak ke PKP dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900-13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000-14.00000001 dan seterusnya.

Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak : 010.900-13.00000001

Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak

Untuk dapat menggunakan nomor seri faktur pajak, PKP harus mengajukan permintaan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PKP dikukuhkan (terdaftar), dengan cara menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak dengan formulir yang telah ditentukan. Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak kepada PKP yang telah memiliki Kode Aktivasi dan Password. Persyaratan lainnya, PKP harus telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir.

Kode Aktivasi dan Password

Untuk mendapatkan Kode Aktivasi dan Password, PKP harus mengajukan permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat (di mana PKP dikukuhkan/terdaftar) dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan. Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan Kode Aktivasi dan Password dalam hal PKP telah memenuhi syarat sebagai berikut :
  1. PKP telah dilakukan Registrasi Ulang oleh Kantor Pelayanan Pajak dimana PKP dikukuhkan/terdaftar berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-05/PJ/2012, atau
  2. PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012.
Surat pemberitahuan Kode Aktivasi akan dikirimkan ke alamat PKP melalui pos, sedangkan Password akan dikirimkan melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.

Faktur Pajak Tidak Lengkap

Di dalam ketentuan yang baru ini (PER-24/PJ/2012) tidak mengenal lagi istilah faktur pajak cacat. Faktur Pajak Cacat diganti dengan istilah Faktur Pajak Tidak Lengkap. Yang dimaksud dengan Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN, dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya, dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam PER-24/PJ/2012.

Yang termasuk sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah sebagai berikut :
  • Faktur Pajak tidak diisi secara lengkap, jelas dan benar
  • Faktur Pajak tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatangani faktur pajak
  • Faktur Pajak menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda dalam tahun pajak yang sama
  • Faktur Pajak yang diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan
  • Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP yang tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dimana PKP dikukuhkan/terdaftar perihal nama pejabat/pegawai yang berhak menandatangani faktur pajak.
Dan perlu menjadi catatan, PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan PPN yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap.

Semoga bermanfaat. 

Baca selengkapnya [...]