Tampilkan postingan dengan label Selebgram. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Selebgram. Tampilkan semua postingan

Agar Tak Dikejar Pajak, Selebgram Hingga Youtubers Bisa Ikut Tax Amnesty

Malang - Selebgram hingga youtubers diincar untuk membayar pajak. Namun, jika mereka selama ini tidak pernah lapor dan membayar pajak, maka bisa mengikuti program tax amnesty yang sedang bergulir saat ini.

"Kalau mereka sudah lama nggak pernah lapor dan nggak pernah bayar pajak kesempatannya ya tax amnesty, ikut aja tax amnesty," kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Hestu Yoga Saksama, di Hotel Atria, Malang, Kamis (13/10/2016).

Mereka bisa mengikuti tax amnesty dengan catatan penghasilan dari kegiatan di media sosial (medsos) bukan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu di atas Rp 4,5 juta/bulan atau 54/tahun. Jika ingin mengikuti tax amnesty, maka bisa dilakukan dengan cara deklarasi harta.

Menurut Hestu, para selebritis medsos lebih baik ikut tax amnesty ketimbang harus menghitung berapa kewajiban pajak yang ditunggak.

"Nah justru ini yang online e-commerce belum bayar pajak dengan baik. Nah, skema tax amnesty ini sangat baik nggak usah hitung tiap tahun berapa, bayarnya berapa, penghasilannya berapa, isi SPT. Ikut tax amnesty saja hartanya berapa dan bayar tebusan 3%, selesai yang kemarin-kemarin," kata Hestu.

Hestu menambahkan, Ditjen Pajak bisa mengetahui jika para selebritis medsos menyembunyikan penghasilan mereka dan menolak membayar pajak.

"Suatu saat kami pasti tahu kok mereka penghasilannya berapa, harus bayarnya berapa," tutur Hestu. (hns/hns)

Sumber : finance.detik.com | 13 Oktober 2016

Baca selengkapnya [...]

Selebgram Ini Setuju Pengguna Media Sosial Dikenai Pajak

Jakarta - Selebgram Wicaksono atau Ndoro Kakung mengatakan sependapat apabila para pengguna media sosial yang memperoleh keuntungan finansial dikenai pajak oleh pemerintah. “Intinya semua orang enggak pernah setuju pada pajak, tapi kalau sesuai keputusan pemerintah, rakyat ikut saja,” katanya saat dihubungi Tempo, Ahad, 16 Oktober 2016.

Namun, Wicaksono meminta kepada pemerintah untuk memperjelas aturan di kebijakannya tersebut. Misalnya dalam menentukan jenis selebgram yang akan dikenai pajak. Ia menyebutkan ada dua kategori selebgram yang memperoleh keuntungan finansial di media sosial. Yaitu selebgram yang melakukan jual-beli di akun media sosial dan mereka yang mempromosikan produk tertentu (endorsement).

Menurut Wicaksono, kebijakan itu harus dikaji lebih dalam sebelum diputuskan. Ia menilai para selebgram yang mempromosikan produk tertentu telah menerima upah yang sudah dipotong pajak. Ia menyebutkan untuk kategori endorsement umumnya menerima penghasilan setelah dipotong pajak penghasilan (Pph Pasal 21).

“Semua orang endorse, kalau dibayar sudah dipotong pajak, semua yang di-endorse dikenai pajak,” ujar Wicaksono. Terlepas dari itu, ia menilai mempromosikan produk di media sosial adalah sesuatu yang wajar dan jamak dilakukan. Tidak ada aturan yang melarang. Sebab, kata dia, media sosial mendorong penggunanya untuk berkegiatan apa pun yang positif.

Saat ini Direktorat Jenderal Pajak tengah menggodok rencana penerapan pajak bagi masyarakat yang memanfaatkan media sosial untuk meraup keuntungan. Pemerintah menyebutkan bahwa mereka dikategorikan sebagai wajib pajak. Bahkan pemerintah menaksir potensi penerimaan pajak dari kegiatan jual-beli online dan endorsement bisa mencapai Rp 15,6 triliun.

Meski begitu, Wicaksono menyebutkan rencana kebijakan pemerintah itu kontraproduktif. Di satu sisi pemerintah tengah mendorong kegiatan jual-beli online (e-commerce). Namun di sisi lain justru berencana akan menerapkan pajak di sektor itu. “Kalau endorse, terima penghasilan sudah dipotong, kalau dipajakin lagi dobel.”

Wicaksono merupakan salah satu pengguna aktif media sosial. Akun Twitter-nya, @ndorokakung, memiliki 212 ribu pengikut. Akun Instagram dia, mempunyai 9.709 pengikut.


Sumber : tempo.co | 16 Oktober 2016

Baca selengkapnya [...]

Perburuan Pajak Selebgram Tuai Kritik

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat bahwa lebih baik Direktorat Jenderal Pajak berfokus mengejar penerimaan pajak dari perusahaan media sosial (medsos) seperti Instagram, dibanding dari selebriti medsos seperti selebriti instagram (selebgram). Sebab, potensi pajak dari perusahaan jauh lebih besar.

Menurut dia, para selebgram dan selebriti media sosial lainnya merupakan wajib pajak karena memiliki penghasilan dari hasil mempromosikan barang, jasa atau acara di akun medsos mereka. Namun, memungut pajak dari para selebriti bukan perkara mudah lantaran banyaknya kendala teknis.

“Sebelum ke situ, hulunya dulu, si Instagram-nya, Youtube-nya,” kata Prastowo di Hotel Atria, Malang, Kamis, 13 Oktober 2016.

Perusahaan medsos, seperti Instagram, jelas jelas memperoleh pendapatan dari iklan tapi belum dipajaki. Berbeda dengan selebriti medsos yang teknis pemungutan pajak-nya belum jelas. "Apakah harus dipotong, lalu apa dia melapor, malah repot," ucap Prastowo.

Menanggapi saran Prastowo, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama mengatakan akan membuat mekanisme perpajakan agar para selebriti dapat membayar pajak dengan tertib. Dengan mekanisme itu, ia mengklaim Direktorat Pajak mampu mengawasi ketertiban mereka sehingga ketika ada penghasilan masuk lalu dipotong dan dilaporkan.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan pemilik akun medsos yang mendapat penghasilan dari setiap unggahannya wajib membayar pajak penghasilan (PPh). Contohnya adalah selebgram dan buzzer di Twitter.

Begitu pula dengan orang yang memperdagangkan barang lewat media sosial dan situs jual-beli online, atau melakukan bisnis online lainnya. “Pajak itu prinsipnya, kalau sudah untung ya bayar (pajaknya). Kalau enggak (untung), ya enggak (bayar),” kata Ken.

Direktoratnya akan menyurati pemilik akun dan wajib pajak yang terbukti mendapat penghasilan dari internet. Ken menyatakan hal itu tidaklah sulit, karena banyak yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Data ini akan terhubung dan langsung masuk ke pangkalan data Direktorat Pajak.

Perputaran uang yang terjadi di bisnis online ini cukup besar. Ditjen Pajak memperkirakan potensi penerimaan pajak yang bisa masuk ke kas negara dari bisnis ini mencapai US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 15,6 triliun.


Sumber : katadata.co.id | 14 Oktober 2016

Baca selengkapnya [...]

Catat! Selebgram Dikenai Pajak

JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan mengejar pajak bagi pengguna akun yang menjual jasa atau barang di media sosial. Salah satunya ialah selebriti yang menggunakan akun instagramnya untuk mempromosikan suatu produk atau dikenal dengan "selebgram".

"Kalau ada keuntungan, ya kena pajak, gitu aja. Tarifnya normal. Pajak penghasilan sesuai keuntungan," ujar Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi di Jakarta, Rabu (12/10/2016) malam.

Saat ini, kata Ken, Ditjen Pajak sudah melakukan berbagai langkah untuk mengejar pajak dari hasil menjual jasa atau barang di Instagram.

Salah satunya ialah dengan mengecek alamat selebriti tersebut. Setelah itu, Ditjen Pajak akan mengecek nomor pokok wajib pajak (NPWP) selebriti itu dan akan mengirimkan surat ke alamat yang tertera.

"Ini otomatis dan ini link ke database Ditjen Pajak," kata Ken. Selain Instagram, Ditjen Pajak juga akan mengejar pajak di Facebook dan Kaskuser yang berjualan di forum jual beli akan dikenai pajak.

Sebelumnya, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Kemenkeu Yon Arsal mengatakan, pemerintah kemungkinan bisa mendapatkan pemasukan hingga 1,2 miliar dollar AS atau setara Rp 15,6 triliun jika bisa menarik pajak dari kegiatan di media sosial tersebut.

Seperti diketahui, media sosial sudah menjelma menjadi pasar besar transaksi online. Namun, pemerintah belum mengejar pajak dari transaksi tersebut.

Khusus untuk penggunanya akun media sosial, pemerintah akan membandingkan laporan pajak mereka dengan kegiatan di akun media sosial masing-masing.

Sumber : kompas.com | 13 Oktober 2016

Baca selengkapnya [...]